Jurnal ini
diajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Kritik Sastra
Disusun oleh:
Nur Kholilah
2222120758
VI B
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA
INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU
PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG
TIRTAYASA
2015
Abstrak
Masalah sosial yang terkandung dalam novel Pudarnya
Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy yaitu
kemiskinan
yang
melanda pak Qalyubi, dengan kejahatan yang terjadi mengakibatkan pak Qalyubi ditinggal
menikah oleh yasmin dengan cara memfitnah. Selain itu, disorganisasi keluarga yang
dialami oleh pak Qalyubi yang bercerai dengan Yasmin, juga pelanggaran terhadap
norma-norma masyarakat dilakukan oleh Yasmin yang berselingkuh dengan
teman lamanya. Hal yang melatar belakangi Habiburrahman El Shirazy menciptakan
novel Pudarnya Pesona Cleopatra adalah cara pandang anak remaja
sekarang memilih jodoh yaitu dengan melihat fisik. Penilaian terhadap jasmani
sangat diutamakan bagi remaja. Tanggapan pembaca mengenai novel ini
adalah novel ini mempunyai ajaran-ajaran agama yang mampu menggugah hati
para pembaca. Penuh dengan pesan moral sehingga pantas dibaca oleh siapa saja.
KRITIK SASTRA TERAPAN NOVEL PUDARNYA PESONA CLEOPATRA KARYA
HABIBURRAHMAN EL SHIRAZY DENGAN TEORI SOSIOLOGI SASTRA
I.
Latar
Belakang
Karya sastra sebagai potret
kehidupan bermasyarakat merupakan suatu karya sastra yang dapat dinikmati,
dipahami, dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat. Karya sastra tercipta karena
adanya pengalaman batin pengarang berupa peristiwa atau problem dunia yang
menarik sehingga muncul gagasan imajinasi yang dituangkan dalam
bentuk tulisan dan karya sastra akan menyumbangkan tata nilai figur dan tatanan
tuntutan masyarakat, hal ini merupakan ikatan timbal balik antara karya sastra
dengan masyarakat, walaupun karya sastra tersebut berupa fiksi, namun pada
kenyataannya, sastra juga mampu memberikan manfaat yang berupa nilai-nilai
moral bagi pembacanya. Sastra selalu menampilkan gambaran hidup dan kehidupan
itu sendiri, yang merupakan kenyataan sosial. Dalam hal ini, kehidupan tersebut
akan mencakup hubungan antar masyarakat dengan orang seorang, antarmanusia,
manusia dengan Tuhan-Nya, dan antar peristiwa yang terjadi dalam batin
seseorang
Sastra berperan sebagai penuntun
hidup, hanya saja penuntun hidup itu tersublimasi sedemikian rupa sehingga
tidak mungkin bersifat mendikte tentang apa yang sebaiknya tidak dilakukan di
lapangan. Sastra mampu membentuk watak-watak pribadi secara personal, dan
akhirnya dapat pula secara sosial. Sastra mampu berfungsi sebagai penyadar
manusia akan kehadirannya yang bermakna bagi kehidupan bagi sang pencipta maupun
dihadapan sesama manusia.
Berkenaan dengan hal tersebut,
penulis melihat novel yang sesuai dengan kajian ini, yaitu novel yang berjudul Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman
El Shirazy. Lewat novel Pudarnya Pesona
Cleopatra, Habiburrahman El Shirazy mengajak kepada pembaca untuk masuk ke dalam
ruang imajinasi yang bisa takterbatas. Kumpulan novel ini terasa sebagai
fenomena sosial yang telah bersenggama dengan pengalaman spriritual, sehingga
terbebaskan dan lentur membawa pembaca keberbagai nuansa personal, sesuai
dengan konteks mereka. Ini bukan lagi sebuah cerita yang bertutur tetapi
renungan. Pada novel tersebut, Habiburrahman El Shirazy menggambarkan dan
mencoba memperbincangkan mengenai dilema kehidupan manusia yang sedang mencari
jalan keluar yang bijak atas permasalahan hidup yang dialami.
Novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy merupakan
sebuah karya sastra yang tidak cukup dinikmati saja, melainkan perlu mendapat
tanggapan ilmiah. Penulis merasa tertarik untuk mengkajinya, khususnya dalam
kajian kritik sastra terapan dalam hal ini terapan di bidang sosiologi sastra.
II.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, maka didapati rumusan masalah sebagai berikut:
-
Masalah
sosial apakah yang terkandung dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra Karya
Habiburrahman El Shirazy?
III. Tujuan Penelitian
-
Mengetahui
masalah sosial apakah yang terkandung dalam novel Pudarnya Pesona Cleopatra Karya Habiburrahman El Shirazy.
IV. Kajian Teori
A. Kritik
Sastra Terapan dengan Teori dan Metode Sosiologi Sastra
Kritik
sastra Indonesia merupakan kumpulan penelitian pendek Mursal Esten yang tinjauannya tergolong kritik sastra akademik
taraf pertama sehingga tidak dibicarakan lagi karena sama dengan corak dan
sifat kritik sastra yang telah dibicarakan. Sebagai tampak dalam teori dan
metodenya, kritik sosiologi sastra ini tidak membuat penilaian karya sastra
sebab secara relativisme ia telah menerima karyanya yang dikritiknya sebagai
karya yang baik (bernilai). Oleh karena itu, tidak perlu lagi ia menilai
novel-novel yang dikritik, dan memandang karya sastra sebagai dokumentasi
sosial. Ini tentu segi lain dari kritik sastra. Akan tetapi, kritik sastra
sebagai pembicaraan karya seni tanpa dihubungkan dengan penilaian itu kurang
tepat. Hal ini seperti dikemukakan oleh Rene Wellek dan Waren (1986:156),
analisis karya sastra sebagai karya seni itu harus dihubungkan dengan
penilaian.
B. Hakikat
Sosiologi Sastra
Sosiologi
dapat diartikan sebagai telaah tentang lembaga dan proses sosial manusia yang
objektif dan ilmiah dalam masyarakat. Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana
masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada.
Dengan mempelajari lembaga-lembaga sosial dan segala masalah ekonomi, agama,
politik dan lain-lain yang kesemuanya itu merupakan struktur sosial, kita
mendapatkan gambaran tentang cara-cara manusia menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, tentang mekanisme sosialisasi, proses pembudayaan yang
menempatkan anggota masyarakat di tempatnya masing-masing.
Sosiologi
merupakan ilmu pengetahuan yang murni (pure science) dan bukan merupakan
ilmu pengetahuan terapan atau terpakai (applied science). Tujuan dari
sosiologi adalah untuk mendapatkan pengetahuan yang sedalam-dalamnya tentang
masyarakat, dan bukan untuk mempergunakan pengetahuan tersebut terhadap
masyarakat.
Nyoman
Kutha Ratna (2003: 1) berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu mengenai
asal-asul dan pertumbuhan masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari
keseluruhan jaringan hubungan antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum,
rasional dan empiris. Sosiologi meneliti hubungan individu dengan kelompok dan
budayawan sebagai unsur yang bersama-sama membentuk kenyataan kehidupan
masyarakat dan kenyataan sosial. Masyarakat selalu dalam perubahan,
penyesuaian, dan pembentukan diri (dalam dunia sekitar). Sesuai dengan
idealnya. Sebaliknya perubahan kebudayaan jarang terjadi secara mandadak,
melainkan melalui hasil pendidikan dan kebudayaan. Setiap masyarakat sebagai
subjek sosiologi merupakan kesatuan yang sedikit banyak telah mampunyai
struktur yang stabil.
C. Pendekatan
Sosiologi Sastra
Pendekatan
sosiologi sastra bertolak dari suatu anggapan bahwa sastra adalah ungkapan
perasaan masyarakat, yang juga berarti bahwa sastra mencerminkan dan
mengekspresikan kehidupan (Wellek dan Werren, 1990: 110). Dengan demikian
pendekatan sosiologi sastra adalah pendekatan sastra yang mempertimbangkan
segi-segi sosial dan kemasyarakatan yang tercermin dalam karya sastra.
Pendekatan sosiologi bermaksud menjelaskan bahwa karya sastra (novel) pada
hakikatnya merupakan sebuah fakta sosial yang tidak hanya mencerminkan realitas
sosial yang terjadi di masyarakat tempat karya itu dilahirkan, melainkan juga
merupakan tanggapan pengarang terhadap realitas sosial tersebut.
Pendekatan
sosiologi sastra yang paling banyak dilakukan saat ini menaruh perhatian yang
besar terhadap aspek dokumenter sastra dan landasannya adalah gagasan bahwa
sastra merupakan cermin zamannya. Pandangan tersebut beranggapan bahwa sastra
merupakan cermin langsung dari berbagai segi struktur sosial hubungan
kekeluargaan, pertentangan kelas, dan lain-lain. Dalam hal itu tugas sosiologi
sastra adalah menghubungkan pengalaman tokoh-tokoh khayal dan situasi ciptaan
pengarang itu dengan keadaan sejarah yang merupakan asalusulnya. Tema dan gaya
yang ada dalam karya sastra yang bersifat pribadi itu harus diubah menjadi
hal-hal yang bersifat sosial.
Pendekatan
sosiologi menurut Ian Watt (dalam Atar Semi, 1993: 2) pertama, konteks sosial
pengarang, yakni yang menyangkut posisi sosial masyarakat pembaca termasuk di
dalamnya faktor-faktor sosial yang mempengaruhi si pengarang sebagai
perseorangan di samping mempengaruhi isi karya sastranya. Kedua, sastra sebagai
cermin masyarakat yang ditelaah adalah sampai sejauh mana sastra dianggap
sebagai pencerminan keadaan masyarakat. Ketiga, fungsi sosial sastra, dalam hal
ini ditelaah sampai seberapa jauh nilai sastra berkaitan dengan nilai sosial
dan sampai seberapa jauh nilai sastra dipengaruhi oleh nilai sosial, dan sampai
seberapa jauh pula sastra dapat berfungsi sebagai alat penghibur dan sekaligus
sebagai pendidikan bagi masyarakat pembaca.
Dalam
hal ini peneliti menggunakan pendekatan sosiologi sastra untuk mengkaji novel Pudarnya
Pesono Cleopatra Karya Habiburrahman El Shirazy. Pendekatan sosiologi
sastra merupakan perkembangan dari pendekatan mimetik yang memahami karya
sastra dalam hubungannya dalam realitas dan aspek sosial kemasyarakatan.
Pendekatan tersebut dilatarbelakangi oleh fakta bahwa keberadaan karya sastra
tidak dapat lepas dari realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat.
Swingewood
(dalam Faruk, 1994: 3) mendefinisikan bahwa sosiologi sebagai studi ilmiah dan
objektif mengenai manusia dalam masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga, dan
proses-proses sosial. Selanjutnya dikatakan bahwa sosiologi berusaha menjawab
pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya,
dan mengapa masyarakat itu bertahan hidup.
Berdasarkan
pendapat di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa sosiologi sastra adalah
pendekatan dalam menganalisis karya sastra yang memperbincangkan hubungan
antara pengarang dengan kehidupan sosialnya. Demikian beberapa ulasan tentang
hakikat sosiologi sastra serta hubungan antara karya sastra dengan masyarakat
yang dipakai dalam analisis sosiologi sastra terhadap novel Pudarnya Pesona
Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy.
V.
Hasil
dan Pembahasan
A. Masalah Sosial yang Terkandung dalam Novel Pudarnya
Pesona
Cleopatra Karya Habiburrahman El Shirazy
1.
Kemiskinan
Dalam
novel Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy, Pak
Qalyubi mengalami kekurangan. Semua harta benda orang tuanya dijual untuk
memenuhi kebutuhan hidup Pak Qalyubi. Pernyataan ini nampak pada:
“Mengetahui
keadaan saya yang terjepit. Ayah ibu mengalah. Mereka menjual rumah dan tanah
tempat mereka tinggal dan uang seluruhnya diberikan kepada saya. Untuk modal.
Mereka berdua tinggal di ruko kecil dan sempit”. (PPC: 35)
Pada awalnya orang tua Pak Qalyubi
kaya raya, namun setelah Pak Qalyubi menikah dengan Yasmin wanita asal Mesir ia
jatuh miskin. Semua harta yang dimilikinya dijual untuk memenuhi kebutuhan
hidup serta menuruti permintaan Yasmin yang serba mewah. Berdasarkan pernyataan
di atas dapat disimpulkan bahwa kemiskinan melanda Pak Qalyubi, karena ia
menikahi yasmin yang suka hura-hura sehingga harta benda orang tua pak Qalyubi
ikut menjual harta benda demi kebutuhan Pak Qalyubi.
2. Kejahatan
Yasmin melakukan kejahatan kepada
suaminya. Yasmin melakukan perselingkuhan dengan mantan kekasihnya yang menjadi
staf KBRI di Cairo, dan yang lebih kejam lagi iapun menceritakan bahwa ia telah
berselingkuh di hotel milik selingkuhannya tersebut. Pernyataan ini nampak
pada:
“Lalu
dengan tanpa rasa dosa sedikitpun, Yasmin bercerita bahwa tadi siang saat saya
sedang berkunjung ke tempat teman lama yang jadi staf KBRI dia ditelpon teman
dan kekasih lamanya saat kuliah dulu. Teman lamanya itu telah menjadi bisnisman
sukses di Cairo. Kebetulan istrinya baru saja meninggal. Yasmin diajak makan
siang di hotelnya. Dan dilanjutkan dengan perselingkuhan.” (PPC:
36)
Kejahatan
yang dilakukan oleh Yasmin membuat hati Pak Qalyubi benar-benar terpukul,
karena pada saat itu statusnya masih menjadi istri beliau. Yasmin memang
mempunyai sifat jahat karena ia menginginkan suami yang mempunyai banyak harta
seperti mantan kekasihnya yang telah ditinggal meninggal istrinya, dan kini menjadi
orang kaya. Disisi lain, Pak Qalyubi sangat mencintai Yasmin yang dicintai
sejak menatap wajahnya. Hilangnya rasa kesabaran Pak Qalyubi, ia pun memukul
Yasmin dengan penuh kesal. Hingga kemudian ia di tahan di penjara Mesir.
Kejahatan
yang dilakukan oleh Yasmin di luar pikiran Pak Qalyubi. Ia tidak pernah mengira
bahwa istrinya akan melaporkan ia ke polisi hingga ia mendekam di penjara
Mesir. Ternyata, selama Yasmin berada di Indonesia selalu mengirim surat kepada
keluarga yang berada di Mesir. Tak heran jika keluarga Yasmin tidak ada yang
membela Pak Qalyubi untuk tetap tidak bercerai. Yasmin ternyata juga pandai
memutar balikkan fakta dengan memfitnah Pak Qalyubi. Pernyataan ini nampak
pada:
“Ternyata selama di Indonesia
diam-diam Yasmin sering menulis cerita bohong pada keluarganya. Dia
bercerita tentang penderitaannya. Tentang perlakuan saya yang jahat
padanya. Dan lain sebagainya. Penjelasan saya yang sesungguhnya tidak
diterima oleh mereka. Saya tidak bisa berbuat apa-apa. Saya terus
dipaksa untuk menceraikan Yasmin.” (PPC: 37)
Pak
Qalyubi telah difitnah oleh Yasmin yang ingin bercerai dengannya, padahal Pak
Qalyubi sangat mencintai istrinya. Demi kesenangan istrinya, harta benda yang
dimilikinya dijual, namun balasannya tidak setimpal apa yang telah
dilakukannya. Penyesalan Pak Qalyubi tiada berarti, karena semua sudah terjadi.
Istri yang cantik dan menawan ternyata tidak bisa dihandalkan. Pernyataan ini
nampak pada:
“Saya sangat
menyesal, saya telah memilih jalan yang salah. Saya telah memilih istri
yang salah. Saya menyesal telah menomorsatukan kecantikan. Istri yang
cantik tapi berperangai buruk adalah siksaan paling menyakitkan bagi
seorang suami. Dan itulah yang aku alami.” (PPC: 38)
Kejahatan
dilakukan oleh istri Pak Qalyubi yang bernama Yasmin. Demi mantan kekasihnya
yang sudah menjadi staf KBRI di Mesir, ia merelakan untuk berpisah atau
bercerai dengan Pak Qalyubi serta anak-anaknya. Padahal, Pak Qalyubi telah
merelakan harta bendanya untuk dijual untuk memenuhi kebahagiaan sang istri. Namun,
semua itu dibalas dengan duka.
- Disorganisasi Keluarga
Disorganisasi
keluarga terjadi pada keluarga Pak Qalyubi. Pak Qalyubi dituntut bercerai oleh istrinya, padahal Pak Qalyubi sangat
mencintai istrinya. Perceraian
tetap dilakukan oleh Yasmin demi memilih mantan kekasihnya yang menjadi staf KBRI yang sudah
ditinggal istrinya meninggal. Pernyataan
ini nampak pada:
“Tapi Yasmin bersihkukuh tidak
akan kembali ke Indonesia selamanya.
Keinginannya cuma satu, bercerai dengan saya! Dan tatkala saya hendak membawa seluruh anak saya
pulang, Yasmin dan keluarganya mati-matian
tidak memperbolehkan. Akhirnya saya hanya bisa membawa si sulung. Karena dia memang sangat dekat dengan kakek neneknya di Indonesia.” (PPC:
37-38)
Pak
Qalyubi merasa tidak tahan berada di Mesir, kemudian ia memutuskan untuk
kembali di Indonesia. Pak Qalyubi hanya bisa membawa putra sulungnya, karena
Yasmin tidak ingin putranya berpisah dan kembali ke Indonesia. Setelah beberapa
saat di Indonesia, Pak Qalyubi mendapat surat cerai dari pengadilan Mesir.
Hancur hati Pak Qalyubi, karena istri yang sangat dicintai mudah berpaling hati
demi laki-laki lain. Pernyataan ini nampak pada:
“Sejak itu saya mengalami
depresi. Dua bulan yang lalu, saya mendapat surat cerai dari pengadilan
Mesir. Sekaligus saya dapat salinan surat nikah Yasmin dengan teman
lamanya itu. Kini saya merasa menjadi lelaki paling malang di dunia. Dan
hati saya seperti ditusuk-tusuk dengan sembilu setiap kali mendengar si
sulung mengigau meminta ibunya pulang tiap malam.” (PPC: 38)
Akhirnya,
Pak Qalyubi benar-benar bercerai dengan Yasmin, meskipun ia tidak menginginkan
perceraian, namun Yasmin tetap menginginkan perceraian. Surat keputusan cerai
dan salinan surat nikah Yasmin bersama teman lamanya dikirimkan ke Indonesia.
Jarak yang memisahkan membuat putra sulungnya merindukan sosok ibunda serta
keluarga yang berada di Mesir.
Cerita
dari Pak Qalyubi kemudian menyadarkan “Aku” yang beruntung mendapatkan istri
yang berasal dari Jawa yang selalu mengabdi dan berkorban. “aku” yang selama 2
bulan berpisah dengan Raihana kemudian merasa bersalah dan ingin bertemu dengan
Raihana untuk meminta maaf. Pernyataan ini nampak pada:
“Pak Qalyubi
menyadarkan diriku. Aku teringat Raihana. Perlahan wajahnya
terbayang di mata. Sudah dua bulan aku berpisah dengannya. Tiba-tiba ada
kerinduan padanya menyelinap dalam hati. Dia istri yang sangat salehah.”
(PPC: 38-39)
“Aku”
pada Pudarnya Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy ini tidak
mencintai istrinya yang bernama Raihana. Pada hal ini, kepala keluarga tidak
bisa memberikan nafkah batin dan tidak bisa melakukan apa yang harus dilakukan
oleh kepala keluarga pada umumnya. “Aku” tidak mencintai Raihana. Pernikahannya
dilakukan karena sejak “Aku” dalam kandungan sudah dijodohkan dengan anak sahabat
karib ibu waktu nyantri di Mangkuyudan Solo. Raihana meninggal dunia karena
jatuh di kamar mandi, padahal ia sedang hamil. Pernyataan ini nampak pada:
”Istrimu telah
meninggal satu minggu yang lalu. Dia terjatuh di kamar mandi. Kami
membawanya ke rumah sakit dia dan bayinya tidak selamat. Sebelum
meninggal dia berpesan untuk memintakan maaf kepadamu atas segala
kekurangan dan khilafnya selama menyertaimu. Dia meminta maaf karena
tidak bisa membuatmu bahagia.” (PPC: 44)
Aku
sangat merasa kehilangan Raihana karena Raihana meninggal dunia. Raihana
meninggal dunia dalam keadaan hamil, namun karena sulit untuk dihubungi
kemudian keluarga pihak Raihana tidak mengabarkan kepada aku. Berdasarkan
pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa disorganisasi keluarga dalam novel
ini adalah adanya perceraian pada Pak Qalyubi dengan Yasmin.
VI. Kesimpulan
Masalah sosial yang terkandung dalam novel Pudarnya
Pesona Cleopatra karya Habiburrahman El Shirazy yaitu kemiskinan yang
melanda pak Qalyubi. Kejahatan yang terjadi mengakibatkan Pak Qalyubi
ditinggal menikah oleh Yasmin dengan cara memfitnah. Disorganisasi
keluarga yang dialami oleh Pak Qalyubi yang bercerai dengan Yasmin.
Pelanggaran terhadap norma-norma masyarakat dilakukan oleh Yasmin yang
melakukan perselingkuhan dengan mantan kekasihnya.
VII. Daftar Pustaka
El
Shirazy, Habiburrahman. 2005. Pudarnya Pesona Cleopatra (sebuah novel pembangun
jiwa). Jakarta: Republika.
Pradopo,
Rachmat Djoko. 2002. Kritik Sastra
Indonesia Modern. Yogykarta: Gama Media.
Rene,
Wellek dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.
Soekanto,
Soerjono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo.
http://sastrasantri.wordpress.com/2009/01/27/sosiologi-sastra/.(Diakses
tanggal 18 Juni 2015)
Lampiran Sinopsis
Sinopsis
Novel Pudarnya Pesona Cleopatra
Kisah ini berawal dari tokoh “AKU” harus menikah
dengan gadis Jawa bernama Raihana pilihan ibunya yang sama sekali tidak
dikenal. Gadis itu adalah putri teman ibunya dan merupakan janji tersirat untuk
“besanan” antara dua orang sahabat yang sama-sama lulusan pesantren Mangkuyudan
Solo. Terjadi pergulatan jiwa dalam diri. Antara “AKU” kecewa dan tidak mau
mengecewakan sang ibu yang dicintainya. Pergulatan jiwa tersebut adalah “AKU”
selama ini memimpikan untuk memiliki istri seorang gadis Mesir yang cantik
(karena tokoh “AKU” adalah lulusan Perguruan Tinggi Mesir) dan tidak mau
dijodohkan dengan gadis pilihan sang ibu yang sama sekali bukan hasratnya selama
ini.
Tetapi pernikahan itu berlangsung juga. Hari-hari
diisi dengan kebencian yang mendalam dari si “AKU” terhadap Raihana yang dengan
tulus mencintainya. Diam, acuh dan sinis selalu dilakukan “AKU” terhadap
istrinya, sedangkan manis, setia dan penuh cinta selalu dipersembahkan Raihana
terhadap suaminya tercinta. Pergolakan batin selalu tercipta dengan kebencian
yang luar biasa. Hingga suatu saat “AKU” harus mengikuti acara pelatihan di
tempat yang jauh dan Raihana sementara tinggal bersama ibunya sampai proses
kelahiran buah cintanya berakhir.
“AKU” bertemu dengan rekan sesama pelatihan yang
sedang mengalami kehancuran akibat beristrikan seorang gadis Mesir yang juga
cantik. Diceritakan bagaimana sulitnya menyatukan dua budaya yang berbeda,
menjinakkan karakter istri yang keras tak bernorma sampai akhirnya harus
menanggung kehancuran moril dan materil.
“AKU” menyadari bahwa dia melakukan kesalahan besar
dalam kehidupan rumah tangganya. Dia sudah menyia-nyiakan istri cantik khas
Indonesia yang selama ini setia, memberikan kelikhlasan dengan kasih sayang,
dan sangat menyanjung suami seperti yang biasa dilakukan istri-istri suku Jawa
bahkan kuat menghadapi sikap suami menyebalkan seperti “AKU” yang berlangsung
selama setahun perkawinan mereka.
“AKU” segera pulang dan berniat berlutut minta maaf
dipangkuan sang istri yang mulia mencintai suami karena Allah serta berjanji
akan menjadi suami yang mencintai karena Allah dengan segenap jiwanya. Tetapi
Raihana memang bukan Cleopatra. Raihana hanya gadis cantik dari lokal. Tetapi
memiliki kesalehan hati yang luar biasa. Dan hal itu telah disia-siakan oleh
“AKU” yang harus menelan penyesalan besar karena belum sempat menyatakan maaf
serta janji akan menjadi suami yang setia, menghormati istri dengan segenap
hati dan menyanjungnya lebih dari kepada Cleopatra yang telah pudar terkalahkan
oleh bersinarnya pesona Raihana karena Raihana meninggal saat “AKU” tidak
disisinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar