Kamis, 10 Oktober 2013

Persepsi Umar Kayam terhadap Wanita Jawa Sri Sumarah


Oleh Nur Kholilah

Pertemuan saya dengan karya-karya Umar Kayam bukanlah kali pertama, sebelumnya saya sudah pernah membaca dan menganalisis karya Umar Kayam dalam buku kumpulan cerpen Seribu Kunang-Kunang di Manhattan. Di dalamnya terdapat 10 cerpen yang menurut saya, sebagian cerita yang Umar Kayam sampaikan dalam buku kumpulan cerpennya itu menggambarkan bentukan suasana tanpa cerita sebenarnya, namun jalan ceritanya tetap mudah dipahami. Tetapi lain halnya dengan cerpen Sri Sumarah ini, Kayam seolah ingin memuncukan hal baru yang ada dalam pikirannya. Mengenai persepsi dan penilaiannya tentang wanita jawa pada umumnya. Berbeda dengan cerpen sebelumnya, kali ini Kayam lebih menceritakan satu tokoh yang sangat berperan dalam jalannya cerita yang Kayam buat.
Sri Sumarah yang Kayam tampilkan dalam ceritanya menampikan nuansa Jawa yang terdapat pada makna dari nama tersebut. Dalam ceritanya sendiri Kayam menjelaskan bahwa Sumarah berarti pasrah dan menyerah. Sri dituntut menjadi tokoh yang selalu berpasrah diri dan menyerah terhadap takdir yang datag padanya. Sebuah peajaran hidup yang cukup berarti bagi saya. Karena memang dalam hidup ini kita diharuskan untuk selalu berpasrah diri setelah kita berusaha.
Cerpen ini cukup panjang dan konflik yang dihadirkan dalam cerita ini pun cukup beragam sehingga tak heran kalau banyak yang menyebut cerpen ini sebagai Novelet (Novel Pendek).
Kisah Sri Sumarah dalam Cerpen dengan Realita
Hidup bersama sang nenek dan dituntut untuk selalu pasrah dan menyerah. Itulah Sri seorang wanita Jawa yang selalu memahami takdir dengan apa adanya tanpa menuntut sedikitpun. Sosok Sri memang tidak jauh berbeda dengan wanita Jawa pada umumnya. Kisah yang menceritakan sebuah kehidupan manusia yang perjalanannya berjalan hingga berbeda zaman. Sri kecil adalah gambaran seorang wanita Jawa yang selalu menaati perintah orang tua dan menjadikannya untuk menikah muda. Memang di zamannya ketika itu, wanita seumuran Sri sudah pantas untuk menikah. Hingga saatnya Sri melahirkan dan mempunyai anak. Terlihat sudah bagaimana perubahan karakter cerita di dalamnya namun tokoh utamanya masih ditujukan untuk Sri. Ketika Sri memiliki anak, mulai timbul kutur baru di dalam cerita itu. Bagaimana kayam mencoba bercerita sesuai dengan relaita zaman sekarang. Kayam memunculkan Tun sebagai anak Sri, sekaligus gambaran dari seorang wanita Jawa yang sudah tercampur kultur luar.
Tun yang semula amat patuh pada kultur budayanya. Mulai tergoyahkan ketika Tun belajar di Kota yang berbeda kultur dengannya. Gambaran seorang wanita muda yang masih bisa terbawa arus zaman. Terombang-ambing oleh zaman yang pada akhirnya ia sendiri yang menjadi korbannya. Karakter Sri sebagai seorang ibu yang teguh dengan prinsipnya lagi-lagi menjadikan Sri sebagai idola dalam cerita ini. Sri tidak marah pada hidupnya sekalipun takdir sudah membuat hancur kehidupannya. Sri selalu memandang segala hal menjadi positif dengan prinsip yang telah Sri miliki. Sri tetap menjalankan segala hal dengan sumarah. Pandangan Sri terhadap masalah yang muncul dalam hidupnya bukanlah pandangan yang membuat ia menyesali hidupnya saat itu, Sri justu malah memandang segala masalah yang hadir dalam hidupnya sebagai keuntungannya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Sebuah pelajaran berharga dari Sri, yang membuat saya menjadi bersyukur atas apa yang telah saya miliki. Menuntut saya juga harus memandang segala takdir kehidupan dengan hal positif. Karena dengan memandang semua hal dengan positif kita akan mampu menjadikannya lebih indah dari sebelumnya.
Itulah Umar Kayam
Pemilihan bahasa yang Kayam tampilkan memperkuat ceritanya yang berunsur Jawa, tokohnya dalam berdialog selalu menyisipkan bahasa-bahasa Jawa. Namun menurut saya, biasanya dalam cerpen itu hanya memiliki satu konflik. Tetapi berbeda halnya dengan cerpen yang satu ini, Kayam menampilkan beberapa masalah dan dalam penyelesaian masalah satu ke masalah lain sangatlah cepat membuat cerita itu tidak begitu menarik hanya saja mudah dimengerti. Munculnya beberapa masalah dalam cerpen itulah yang menurut saya membuat cerpen ini disebut sebagai Novelet.
Tetapi cerita yang Kayam sampaikan mampu membuat saya ikut merasakan pergolakan batin antara perjalanan Sri dalam menjalani kehidupannya, ataupun cara Sri dalam memahami kehidupannya. Sebagai wanita saya merasa iri terhadap sosok Sri yang cukup matang untuk menjadi seorang istri dan ibu yang mampu memahami karakter anaknya. Kayam betul-betul mampu membuat saya terbawa oleh arus cerita, membuat saya mampu merasakan ketegangan rasa ketika membacanya.
Sebuah cerita yang menampilkan realita kehidupan di zamannya dan zaman sekarang ini. sebuah cerita yang memiliki makna kehidupan yang sangat berarti. Itulah Umar Kayam yang mampu menulis dengan mengutamakan suasana dengan realitanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar