Sabtu, 19 November 2016

TEORI BEHAVIORISME DARI WATSON




Teori behaviorisme diperkenalkan oleh John B Watson (1878-1958) seorang ahli psikologi berkebangssaan Amerika. Teori ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari teori pembiasaan klasik Pavlov dalam bentuk baru dan yang lebih terperinci serta didukung oleh eksperimen baru dengan binatang (terutama tikus) dan anak kecil (bayi).
Di Amerika Serikat, Watson dikenal sebagai Bapak Behaviorisme karena prinsip-prinsip pembelajaran barunya berdasarkan teori Stimulus-Respon Bond, (S-R Bond) yang juga dalam persaingan dengan teori Strukturalisme dan mentalisme Wundt. Menurut behaviorisme yang dianut oleh Watson tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap prilaku; dan sedikitpun tidak ada kaitannya dengan kesadaran. Yang dapat dikaji oleh psikologi menurut teori ini adalah benda-benda atau hal-hal yang dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas (respons); sedangkan hal-hal yang terjadi dalam otak tidak berkaitan dengan kajian. Maka dalam proses pembelajaran, menurut Watson, tidak ada perbedaan antara manusia dengan hewan.
Oleh karena kesadaran tidak termasuk benda yang dikaji oleh behaviorisme, maka psikologi ini telah manjadikan ilmu mengenai perilaku manusia ini menjadi sangat sederhana dan mudah dikaji. Mengapa? Karena semua perilaku, menurut behaviorisme, termasuk tindak balas (respons) ditimbulkan oleh adanya rangsangan (stimulus). Jadi, jika gerak balas telah diamati dan diketahui, maka rangsanganpun dapatlah diprediksikan. Begitu juga jika rangsangan telah diamati dan diketahui, maka gerak balas pun dapat diprediksikan. Dengan demikian, setiap perilaku itu dapat di prediksikan dan dikendalikan. Watson juga dengan tegas menolak pengaruh naluri (instinct) dan kesadaran terhadap perilaku. Jadi, semua perilaku dipelajari menurut hubungan stimulus-respons.
Untuk membuktikan teori behaviorismenya terhadap manusia, Watson mengadakan eksperimen terhadap Albert seorang bayi berumur 11 bulan. Pada mulanya Albert adalah seorang bayi yang gembira yang tidak takut terhadap binatang seperti tikus putih berbulu halus. Albert senang sekali bermain-main dengan tikus putih yang berbulu cantik itu. Dalam eksperimen ini, Watson memulai proses pembiasaannya dengan cara memukul sebatang besi dengan sebuah palu setiap kali Albert mendekati dan ingin memegang tikus putih itu. Akibatnya, tidak lama kemudian Albert menjadi takut terhadap tikus putih itu. Dengan eksperimen itu Watson menyatakan bahwa ia telah berhasil membuktikan bahwa pelaziman dapat mengubah perilaku secara nyata.
Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan Stimulus- respons ini, Watson mengemukakan dua prinsip penting yaitu (1) recency principle (prinsip kebaruan), dan (2) frequency principle (prinsip frekuensi). Menurut recency principle jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons, maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan umpan setelah lama berselang. Menurut frequency principle apabila suatu stimulus lebih sering menimbulkan suatu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar