Jumat, 26 September 2014

PERTUNJUKAN TEATER REPUBLIK BAGONG OLEH TEATER KOMA




1.      Unit Visual
Di awal pertunjukkan yang paling saya amati adalah pencahayaan, setting panggung dibuat gelap, penonton dibuat bingung. Tiba-tiba datang beberapa orang yang membawa kain panjang dengan make up yang tidak beraturan. Berlarian, berputa-putar ke sana ke mari. Setting panggung tidak terlalu terlihat, karena memang kualitas gambar dari kaset yang saya tonton cukup rendah sehingga gambar tidak terlihat jelas.
Kostum pemain dibuat sekreatif mungkin yang menggambarkan mereka adalah bagong-bagong di masanya. Tetapi jujur saja, saya merasa takut menonton teater ini karena make up para pemeran yang tidak beraturan itu.
2.      Unit Gerak
Gerakan pemarin dan benturan-benturan properti sangat terdengar jelas. Terlihat para pemeran dapat bergerak dengan profesionalnya dengan penuh totalitas tanpa memikirkan lingkungan sekitar, terlihat hanya memikirkan bagaimana caranya mereka menampilkan pertunjukan yang bernilai seni tinggi.
3.         Unit Visual
Suara-suara yang timbul dari efek pertunjukkan sangat terdengar, sesuai dengan gerakan dan aksi para pemain. Sesuai dan memperkuat jalan cerita yang akan disampaikan. Dialog yang disampaikan pemain juga terdengar jelas dan lantang, sehingga memudahkan penonton untuk mencerna setiap perkataan yang disampaikan pemain.

PERTUNJUKAN TEATER SAYANG ADA ORANG LAIN OLEH TEATER KAFE IDE UNTIRTA




1.      Unit Visual
Di awal pertunjukkan, setting tempat memperlihatkan keadaan rumah yang kondisinya kurang baik, baju-baju lusuh berantakan di atas meja pojokan ruangan itu dan juga bergelantungan tak beraturan, dan di ruang tamunya hanya terdapat kursi dan meja yang kurang layak. Di bawah panggung dibuat seolah jalanan tempat para pemerean teter hilir mudik seolah sedang melakukan aktifitasnya masing-masing.
Pencahayaannya tidak begitu jelas, di dalam rumah terlihat sangat terang dan setting cahaya di luar terlihat temaram. Padahal di naskah sudah dijelaskan bahwa setting waktu pada hari itu adalah hari Minggu pagi, seharusnya setting cahaya di luar rumah yang lebih terlihat cerah dibandingkan di dalam. Menurut pemikiran dan penglihatan saya, terdapat ketidak sesuaian di naskah dan pada pementasannya.
Pemeran utamanya (Suminta) terlihat memakai pakaian yang sederhana tapi tidak begitu lusuh seperti yang dituliskan pada naskah. Di naskah Hamid berkata pada Suminta seolah Suminta benar-benar lusuh dan tak bergairah di Minggu pagi itu. Tetapi pada pertunjukkan Suminta tidak begitu terlihat lusuh dan tak bergairah seperti yang digambarkan oleh Hamid.
Selain itu, ada seorang pemeran yang di alihkan. Jika pada naskah terdapat peran H.Salim, lain halnya pada saat pertunjukkan. Terdapat alih peran di sini. Tokoh H.Salim diperankan oleh seorang wanita yang kemudian namanya berubah menjadi Hj.Salimah. namun, dengan bergantinya peran ini tidak merubah tujuan penyampaian cerita. Bahkan menurut pemikiran saya, dengan diubahnya peran H.Salim menjadi Hj.Salimah ceria pada pertunjukkan itu menjadi lebih hidup. Karena memang karakter yang ada pada diri H.Salim itu lebih cocok untuk karakter seorang perempuan yang seolah sok tahu dan tidak mau kalah.
Selain itu, terdapat tokoh figuran yang ditambahkan. Orang gila yang dinaskah sama sekali tidak dituliskan. Orang gila itu ditampilkan berkali-kali dan membuat ceritanya menjadi tidak jelas apa alasan tiba-tiba ditambahkan orang gila pada pertunjukkan itu. Jika menurut pemikiran saya, dihadirkannya orang gila pada pertunjukkan itu, hanya untuk selingan hiburan bagi penonton itu saja, sedangkan pengaruh terhadap ceritanya itu sama sekali tidak ada.
2.      Unit Gerak
Tokoh Mini sering kali terlihat membelakangi penonton, rambut Mini jang menjuntai ke depan juga menghalangi penglihatan penonton untuk melihat wajah dan ekspresi dari pemeran Mini tersebut. Untuk pemeran lainnya saya kira, cukup baik dan tidak ada yang membelakangi panggung selain pemeran Mini.
Pada saat pementasan, terlihat ada beberapa bagian yang dilebih-lebihkan dari naskah. Seperti saat, pertengkaran Suminta dan Hamid. Padahal di naskah tidak dijelaskan jika Suminta bertengkar dengan Hamid sampai memukul-mukul Hamid. Juga ketika Hj. Salimah menginjak Mie yang dilemparkan oleh Suminta kelantai. Cara berjalan Hj.Salimah yang terpincang-pincang. Menurut pemikiran saya, Hj.Salimah terlalu melebih-lebihkan perannya dengan cara berbicaranya yang berteriak-teriak dan jalannya yang terpincang-pincang.
Akting Suminta dan Mini saya rasa sangat mendalami perannya dan menikmati setiap alur cerita yang berjalan. Membuat penonton benar-benar terbawa oleh akting mereka terutama ketika mereka bertengkar dan Mini menangis tersedu. Terdapat suasana tegang dan sedih yang mengalir kepada penonton. Selain Suminta dan Mini, terdapat pula Hamid yang menurut penglihatan saya, peran Hamid dalam naskah tidak jauh berbeda dengan Peran Hamid pada saat pertunjukan. Terlihat ada kesesuaian antara naskah dengan pertunjukkannya.


3.      Unit Audio
Peran Suminta yang dituntut untuk tegas, terdengar sesuai. Setiap seruan yang diucapkan Suminta menampakan kejantanan seorang laki-laki, hanya saja sayang sekali ketika Suminta mengeluarkan suaranya dengan nada tinggi, kalimat yang diucapkan Suminta tidak terdengar jelas begitu samar. Sehingga membuat penonton tidak mengerti apa yang diucapkan Suminta.
Selain itu, ada beberapa bagian dialog yang tidak sesuai dengan naskah dramanya. Tetapi itu semua tidak membuat jalan cerita menjadi berbeda atau pun berubah maknanya. Jalan cerita yang disampaikan sangat tepat tersampaikan kepada para penikmat pertunjukkan. Tetapi, tidak terdengar efek suara yang berarti dalam pertunjukkan itu, hanya terdengar alunan lagu tetapi itu hanya di bagian tertentu saja.
Ketika Suminta melemparkan piring yang berisi mie goring ke lantai membuat semua penonton terkaget akan kerasnya benturan piring tersebut, akhirnya timbulah ketegangan di antara penonton. Tetapi, tidak satupun penikmat pertunjukkan yang ingin meninggalkan cerita demi cerita yang disampaikan para aktor teater tersebut.

PERTUNJUKAN TEATER PADA SUATU HARI OLEH TEATER KAFE IDE UNTIRTA




1.      Unit Visual
Di awal pertunjukkan, setting tempat diperlihatkan dengan memamerkan foto masa muda hingga tua nenek dan kakek. Latar pertunjukan saat itu adalah di rumah bagian ruang tamu. Terlihat dari adanya pajangan foto dan bangku-bangku yang berada di dalamnya. Unsur pencahayaannya tidak terdapat unsur pencahayaan yang begitu berarti, karena memang latar pada saat itu adalah di dalam ruang tamu. Maka pencahayaan yang ada hanya lampu dalam ruangan saja tanpa ada perubahan pencahayaan yang berarti.
Ada hal menarik di awal pertunjukan teater menyuguhkan candaan untuk menarik tawa penonton. Gelagat nenek dan kakek yang sudah tua tetapi masih seperti anak muda yang baru menikah. Selanjutnya dihadirkan pula Jhoni di sana untuk menambah kesan humor yang ada pada pertunjukkan itu. Yang pada dasarnya memang tidak ada humor yang terdapat dalam naskah. Tetapi, beruntungnya hal tersebut benar-benar bisa menghadirkan tawa di antara penonton yang menyimaknya.
Pakaian yang digunakan para pemeran, pakaian-pakaian kalangan atas zaman sekarang. Tata ruang pun terlihat bergaya modern. Jadi kita bisa sama-sama menangkap bahwa drama tesebut adalah pandangan penulis terhadap realitas sosial jaman sekarang.
Hal lain yang berbeda dari naskah yaitu, Nita. Pada naskah Nita adalah kaka perempuan Novia tetapi pada pertunjukkan, kaka perempuan Novia diubah menjadi laki-laki yang saya sendiri juga lupa namanya siapa. Tetapi, menurut pemikiran saya, hal itu sengaja dirubah untuk menambah daya tarik dan keberagaman pertunjukkan teater Pada Suatu Hari.
2.      Unit Gerak
Pada awal pertunjukkan pemain sudah menunjukkan gerakan-gerakan. Seperti kakek dan nenek yang mulai menari-nari dan tiba-tiba diikuti pembantunya Joni di belakang nenek dan kakek. Hal itu cukup membuat penonton dan saya tertawa melihat gerakannya. Ada yang berbeda di awal pertunjukkan ini. Pada naskah sama sekali tidak dijelaskan bahwa Joni ikut menari mengiringi kakek dan nenek di belakang. Saya kira, Joni sengaja ditampilkan untuk mengajak penonton tertawa di awal pertunjukkan.
Selanjutnya terjadi beberapa gerakan pemain yang saya kira itu tidak ada dalam sekenario pertunjukan. Seperti sandal Feri yang terlepas ketika Feri dan Meli sedang bermain berlari-lari. Tetapi hal itu malah membuat penonton terhibur.

3.      Unit Audio
Peran kakek dan nenek yang diistilahkan dua orang yang sudah tua dan renta memang sangat terlihat, pemeran yang memainkan kakek dan nenek pun juga sangat mampu memerankannya. Banyak penekanan-penekanan suara yang sengaja dibuat seolah nenek dan kakek. Namun, karena terlalu banyaknya dialog, sehingga membuat penonton kurang mengerti apa maksud dari cerita Pada Suatu Hari itu. Penekanan suara yang dibuat itulah yang menjadi penyebab kurang jelasnya pengucapan kakek dan nenek. Beruntung saya sudah membaca naskah drama tersebut, jadi sedikit banyaknya saya masih bisa mengikuti alur pertunjukan tersebut.

Apresiasi Pertunjukkan Teater Orang-orang Empang Oleh Teater Kafe Ide




1.      Unit Visual
Di awal pertunjukkan pemeran berusaha mengenalkan tempat berupa empang yang dipenuhi ikan-ikan yang berenang ke sana kemari. Dan empang-empang dengan jalan-jalan berupa bambu-bambu panjang. Dari unsur pencahayaan yang gelap, saya bisa tangkap bahwa latar waktu pada pertunjukkan itu adalah malam hari. Tapi sebetulnya saya masih bingung dengan apa yang ingin disampaikan oleh para pemeran teater ini dengan pemeran yang hilir mudik ke sana kemari dan mengangkat-angkat bambu sambil menari-nari tidak tentu aturan itu.
Setelah itu, muncul dua pemeran laki-laki yang satu pakaiannya rapi memakai kemeja yang kemudian diketahui bahwa laki-laki itu adalah seorang wartawan yang sedang ingin bernostalgia dengan masa lalunya di empang tersebut. Dan yang satu laginya memakai sarung dan peci yang kemudian laki-laki itu diketahui adalah seorang ustadz dan teman bermain wartawan itu dipondok tempat mereka berdua pesantren dulu.
Ada hal yang menarik dalam penyambutan penonton, para panitia mencoba memunculkan suasana empang di depan auditorium, dengan menghadirkan ikan-ikan asin, bau ikan asin yang menyengat membuat para penonton dibuat seolah berada di empang yang berbau ikan-ikan busuk.
2.        Unit Gerak
Gerakan-gerakan yang dimunculkan di awal pertunjukkan cukup menarik perhatian penonton, terdengar tawa penonton ketika melihat para pemeran menari-nari, tetapi dalam benak saya muncul pertanyaan. Saya tidak mengerti apa maksud dan tujuan para pemeran memunculkan ikan yang menari-nari di tempat yang mereka analogikan sebagai empang itu.
3.        Unit Audio
Alunan musik yang diiringi nyanyian seorang sinden membuat hidup pementasan teater ini, penonton terbuai oleh alunan suara permainan teater itu. Efek suara yang dimunculkan adalah suara-suara yang asli dibuat oleh para pemerannya. Kreatifitas para pemain itu sangat bagus, mereka memunculkan suara katak, burung, percikan air dengan sendiri. Efek suara itu terdengar seperti nyata, penonton dibuat seolah-olah seperti berada di empang.
Suara yang dimunculkan para pemeran sangat terdengar tegas, tetapi karena banyaknya dialog yang dilontarkan pemain membuat sulit penonton mengartikan makna yang ingin disampaikan pemain dalam setiap dialognya. Tetapi ada beberapa dialog yang membuat tertawa penonton, berupa sindiran-sindiran yang ditujukan kepada petinggi kampus, dan selingan dialeg kota Serang dengan kata geh dan tah.