Jumat, 26 September 2014

Kajian Feminisme Cerpen Pelajaran Mengarang Karya Seno Gumira




Oleh
Nur Kholilah

I.                   Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya, karya sastra merupaka replika dari kehidupan nyata. Walaupun karya sastra berbentuk fiksi tetapi karya sastra berasal dari setiap aktivitas kehidupan dan pengalaman hidup yang pernah dialami oleh pengarang. Hanya perbedaannya, karya sastra biasanya dikemas dengan gaya bahasa yang indah dengan kolaborasi kata yang memiliki makna lain dari makna yang biasannya. Itulah yang membuat sastra berbeda dengan karya lainnya dan memiliki daya tarik tersendiri bagi penikmatnya.
Feminisme merupakan salah satu kajian yang ada dalam sastra. Ketertarikan penulis terhadap feminisme yang menjadi alasan utama mengapa cerpen ini dikaji dengan feminisme. Di dalamnya, feminisme banyak sekali membahas mengenai perempuan yang ditindas, perempuan yang mampu bangkit sendiri, perempuan yang terkucilkan, atau lain sebagainya yang berhubungan dengan perempuan. Penulis tidak semata-mata mengkaji cerpen ini dengan kajian feminisme hanya karena ketertarikannya terhadap feminisme, di sini penulis melihat banyak keterkaitan antara cerpen Pelajaran Mengarang ini dengan kajian feminisme. Ceritanya yang menggambarkan bagaimana ibu Sandra berusaha dengan berbagai cara demi menghidupi anaknya yang ia sayangi, bagaimana Sandra dengan keterpurukannya membayangkan bagaimana pekerjaan ibunya itu, benar-benar mendorong saya kepada kajian feminisme.
II.                   Fokus Penelitian
Dilihat dari cerita yang menggambarkan seorang ibu yang mencari nafkah dengan menghalalkan segala cara yang penulis lihat itu adalah bentuk dari feminisme, maka penulis memfokuskan penelitian ini terhadap keterkaitan cerpen Pelajaran Mengarang terhadap kajian feminisme.
III.                   Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diambil penulis adalah:
-          Bagaimana keterkaitan cerpen Pelajaran Mengarang terhadap kajian Feminisme?
IV.                   Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diambil, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
-          Mengetahui keterkaitan cerpen Pelajaran Mengarang terhadap kajian feminisme.
V.                   Kajian Teoritis
1.      Feminisme dalam Sastra
Karya sasta telah menjadi culture regine dan memiliki daya pikat yang kuat terhadap persoalan gender. Paham tentang perempuan sebagai orang yang lemah lembut, permata, bunga, dan sebaliknya, laki-laki sebagai orang cerdas, aktif, dan sejenisnya selalu mewarnai sastra kita. Citra perempuan dan laki-laki tersebut seakan-akan telah mengakar di benak penulis sastra.
Teks sastra merupakan satu di antara banyak situs tempat kontruksi gender ideologis berada. Menurut Kristeva dalam Lestari (2004; 7-8), sastra mengungkapkan pengetahuan tertentu dan terkadang kebenaran itu sendiri mengenai alam yang teresepsi, gelap, rahasia, dan tak sadar. Ia menggandakan kontrak sosial dengan menguak yang tak terkatakan, yang polos. Karya sastra merupakan media yang digunakan oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasannya. Sebagai media, karya sastra menjadikan jembatan yang menghubungkana pikiran-pikiran pengarang yang disampaikan kepada pembaca. Dalam hubungan antara pengarang dan pembaca, karya sastra menduduki peran-peran yang berbeda. Selain berperan dalam proses tranfer informasi dari pengarang ke pembacanya, karya sastra juga berperan sebagai teks yang diresepsi oleh pembaca.
Karya sastra yang menghadirkan sosok (tokoh) perempuan telah banyak ditulis dalam berbagai tema dan genre, baik oleh pengarang laki-laki maupun pengarang perempuan. Karya sastra dapat disebut berperspektif feminis jika mempertanyakan relasi gender yang timpang dan mempromosikan terciptanya tatanan sosial yang seimbang antara perempuan dan laki-laki. Tetapi, tidak semua teks tentang perempuan adalah teks feminis. Demikian juga analisis tentang penulis perempuan tidak selalu bersifat feminis jika ia tidak mempertanyakan proses penulisan yang berkenaan dengan relasi gender dan perombakan tatanan sosial.
Datangnya isu mengenai feminisme di dalam masyarakat Indonesia mungkin dapat penulis katakan bersamaan dengan munculnya berbagai gerakan perempuan yang menyerukan persamaan hak atau kesetaraan hubungan antara laki-laki dan perempuan di berbagai kehidupan, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan. Gerakan-gerakan tersebut mampu melahirkan pemikiran-pemikiran tentang perempuan yang pada akhirnya mampu merubah kedudukan atau citra perempuan dalam kehidupan.
2.    Feminisme Radikal Menurut Naomi Wolf
Trend ini muncul sejak pertengahan tahun 1970-an di mana aliran ini menawarkan ideologi “perjuangan separatisme perempuan”. Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun 1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem masyarakat yang sekarang ada. Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang “radikal”.
Aliran ini bertumpu pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme, relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. “The personal is political” menjadi gagasan anyar yang mampu menjangkau permasalahan prempuan sampai ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke permukaan. Informasi atau pandangan buruk (black propaganda) banyak ditujukan kepada feminis radikal.
3.      Gender dan Budaya Patriarki
Gender digunakan untuk merujuk pada pengaturan-pengaturan yang dideterminasi secara sosial. Seks, di lain pihak, digunakan untuk merujuk pada ciri-ciri deerminasi biologis, seperti kemampuan perempuan untuk melahirkan anak. Dengan kata lain, pengaturan-pengaturan gender bukan merupakan hasil alamiah yang membedakan antara laki-laki dan perempuan, tetapi hasil sosial dan budaya (Staggenborg, 2003:2).
Masyarakan dunia, termasuk Indonesia berkemauan kuat  untuk mengubah gender sebagai hasil kontruksi sosial dalam sistem kebudayaan patriarki. Sistem budaya patriarki telah menciptakan lapisan atas-bawah sehingga menimbulkan ketidakadilan, kekerasan, dan penindasan, terutama terhadap perempuan. Penjajahan sosial-ekonomi yang diikuti oleh penyebaran agama yang terjadi dalam sejarah Indonesia memperkuat kedudukan lapisan atas bawah tersebut.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa akar patriarki di Indonesia bersumber dari berbagai aspek: sosiologis (pembagian kerja dan fungsi dalam masyarakat), kebudayaan (feodalisme dan ajaran agama, tradisi, atau adat), politik (kolonialisme, imperialisme, dan militerisme), dan ekonomi (kapitalisme). Oleh karena itu, kondisi hubungan perempuan dan laki-laki tidak dapat dilihat tanpa menguraikan situasi yang terjadi dalam konteksnya. Hingga saat ini, proses penyadaran gender di masyarakat Indonesia terus berjalan meskipun lambat.
Hubungan perempuan dan laki-laki di Indonesia masih didominasi oleh ideologi gender yang membuahkan budaya patriarki. Budaya ini tidak mengakomodasikan kesetaraan dan keseimbangan sehingga perempuan menjadi tidak penting untuk diperhitungkan. Dalam kehidupan bermasyarakat, biologis, dan sosiologis saling memengaruhi. Pada awalnya, memang lebih bersifat alamiah, nature, fitrah. Kemudian melalui kebudayaan, kehidupan manusia dikembangkan, direkayasa, dicegah, atau bahkan diberlakukan secara berlawanan (kontradiksi) dengan dasar alamiah tadi. Dengan demikian, kehidupan manusia dibentuk oleh alam dan pikiran manusia.
Sampai saat ini, masih banyak hak azasi perempuan sebagai manusia pribadi, dirampas tanpa disadari oleh perempuan itu sendiri. Situasi tersebut muncul sebagai akibat dari struktur budaya patriarki, struktur ekonomi, struktur sosial, struktur politik, dan struktur sosial religius. Struktur-struktur tersebut telah menciptakan sistem yang mengatur tingkah laku perempuan sehingga perempuan mengalami ketidaksadaran akn keberadaannya sebagai manusia pribadi. Bahkan, ada banyak pembenaran agama untuk melegitimasi struktur-struktur yang memarginalkan perempuan melalui ayat-ayat yang ditafsirkan dalam bahasa laki-laki,bias gender, dan cerminan dari kontruksi masyarakat sosial yang patriarki sehingga perempuan terbentuk menjadi manusia yang tidak kritis dan menerima apa adanya.
Masalah perempuan sejak lama diupayakan untuk diselesaikan melalui kebangkitan perempuan yang ditandai dengan perjuangan perempuan untuk membebaskan dirinya dari ikatan-ikatan ketidakadilan. Sejak perempuan sadar bahwa dirinya sebagai manusia yang diberlakukan tidak adil, mereka  mulai memberontak. Namun, karena gerakan pembodohan perempuan juga sudah berabad-abad, usaha kebangkitan perempuan tersebut membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai hasil. Diperlukan usaha membuka cakrawala berpikir perempuan sehingga mereka ketidakadilan yang selama ini mereka terima. Sesuai dengan maksud dari gerakan perempuan yang berorientasi pada peningkatan martabat semua manusia harus disadari bahwa perempuan dalam rumah tangga cenderung menjadi korban, tetapi dari sisi lain lelaki belum menyadari telah membuat tekanan dan penderitaan pada kaum perempuan.




VI.                   Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan bentuk penelitian kualitatif. Hasil penelitian dan data yang digunakan berupa kata dan kalimat.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kajian feminisme sastra. Dengan pendekatan ini, pembaca dapat menemukan konflik dalam novel yang menyinggung persoalan kehidupan wanita. Dalam kajian feminisme menurut Wolf, wanita berpotensi menjadi korban.
VII.                   Teknik Penelitian
a.      Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang efektif untuk mencari data yang akurat. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik telaah dokumen. Telaah dokumen merupakan pengumpulan data yang tidak ditujukan langsung kepada subjek penelitian. Dokumen yang diteliti dapat berbagai macam, tidak hanya dokumen resmi, bisa berupa buku harian, karangan, koran, surat pribadi, laporan, notulen rapat, catatan kasus (case records) dalam pekerjaan sosial, dan dokumen lainnya. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi buku yang berjudul Bicara Sastra: Analisis Karya Sastra dengan Berbagai Pendekatan karya Ade Husnul dan cerpen “Pelajaran Mengarang”karya Seno Gumira Ajidarma.
b.      Teknik Analisis data
Analisis data pada penelitian kualitatif, dilakukan pada pengumpulan data berlangsung, dan setelah pengumpulan data dalam periode tertentu. Miles dan Huberman dalam sugiyono (243: 2008) mengemukakan bahwa aktivitas dalam menganalisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh.


VIII.            Sumber Data Penelitian
Sumber penelitian ini bersumber dari cerpen yang berjudul Pelajaran Mengarang karya Seno Gumira betuknya adalah sumber data sekunder.
IX.            Data Penelitian
-          “Mama, apakah Sandra punya Papa?”
“Tentu saja punya, Anak Setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan Papa!”
-          “Mama, mama, kenapa menangis, Mama?”
-          Suatu malam wanita itu pulang merangkak-rangkak karena mabuk. Di ruang depan ia muntah-muntah dan tergelatak tidak bisa bangun lagi. Sandra mengepel muntahan-muntahan itu tanpa bertanya-tanya. Wanita yang dikenalnya sebagai ibunya itu sudah biasa pulang dalam keadaan mabuk.
-          Tentu saja Sandra selalu ingat apa yang tertulis dalam pager ibunya. Setiap kali pager itu berbunyi, kalau sedang merias diri dimuka cermin, wanita itu selalu meminta Sandra memencet tombol dan membacakannya.  
X.            Analisis Data
-          “Mama, apakah Sandra punya Papa?”
 “Tentu saja punya, Anak Setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan Papa!”
Pertanyaan Sandra kepada ibunya menggambarkan bahwa mama Sandra hanya menjadi korban yang menghasilkan Sandra tanpa ada satu orang laki-laki pun yang bertanggungjawab. Mama Sandra seperti sudah terbiasa hidup tanpa laki-laki. Melakukan semua hal tanpa laki-laki.
-          “Mama, mama, kenapa menangis, Mama?”
Pertanyaan Sandra menggambarkan betapa kepedihan yang dirasakan mama Sandra atas semua penderitaannya. Mamanya yang menangis seolah merasakan menjadi seorang korban dan merasa menyesal atas apa yang dilakukan mamanya itu.
-          Suatu malam wanita itu pulang merangkak-rangkak karena mabuk. Di ruang depan ia muntah-muntah dan tergelatak tidak bisa bangun lagi. Sandra mengepel muntahan-muntahan itu tanpa bertanya-tanya. Wanita yang dikenalnya sebagai ibunya itu sudah biasa pulang dalam keadaan mabuk.
Bentuk dari penderitaan yang dialami mama Sandra terletak pada bagian ini, di sini yang diperlihatkan adalah akibat dari setiap sikap dan perbuatan yang dilakukan mama Sandra.
-          Tentu saja Sandra selalu ingat apa yang tertulis dalam pager ibunya. Setiap kali pager itu berbunyi, kalau sedang merias diri dimuka cermin, wanita itu selalu meminta Sandra memencet tombol dan membacakannya.  
Isi pager itu biasanya panggilan dan pemberitahuan di mana mama Sandra akan bekerja. Layaknya robot mama Sandra bekerja diatur. Mereka mempekerjakan mama Sandra tanpa memikirkan kejiwaan yang dirasakan mama Sandra.
XI.            Kesimpulan
Cerpen ini menggambarkan bagaimana seorang mama tanpa ayah membesarkan anaknya. Mama yang berjuang untuk anaknya tanpa ayah, sedangkan anaknya selalu bertanya tentang ayahnya. Membuat mamanya merasa bersalah, tetapi hal itu tidak membuat mama menghentikan semua pekerjaannya, mama tidak bisa menghentikan pekerjaannya karena memang mama merasa hanya itulah satu-satunya pekerjaan yang mama Sandra bisa lakukan.
Dari analisis di atas bisa sama-sama kita simpulkan. Bagaimana sosok mama yang berjuang demi anaknya sehingga rela menjadi korban dalam perdagangan kelamin. Tetapi mama Sandra tetap mencoba merasa bahagia mengerjakan itu semua, yang dalam hatinya sebenarnya terbebani dan teramat merasa menjadi korban perdagangan.
XII.            Daftar Pustaka
Mawadah, Ade Husnul.tt.Bicara Sastra: Analisis Karya Sastra dengan Berbagai Pendekatan.Serang: CV Dunia Kata.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar