Oleh
Nur Kholilah
I.
Latar
Belakang Masalah
Pada
dasarnya, karya sastra merupaka replika dari kehidupan nyata. Walaupun karya
sastra berbentuk fiksi tetapi karya sastra berasal dari setiap aktivitas
kehidupan dan pengalaman hidup yang pernah dialami oleh pengarang. Hanya
perbedaannya, karya sastra biasanya dikemas dengan gaya bahasa yang indah
dengan kolaborasi kata yang memiliki makna lain dari makna yang biasannya.
Itulah yang membuat sastra berbeda dengan karya lainnya dan memiliki daya tarik
tersendiri bagi penikmatnya.
Feminisme
merupakan salah satu kajian yang ada dalam sastra. Ketertarikan penulis
terhadap feminisme yang menjadi alasan utama mengapa cerpen ini dikaji dengan
feminisme. Di dalamnya, feminisme banyak sekali membahas mengenai perempuan
yang ditindas, perempuan yang mampu bangkit sendiri, perempuan yang
terkucilkan, atau lain sebagainya yang berhubungan dengan perempuan. Penulis
tidak semata-mata mengkaji cerpen ini dengan kajian feminisme hanya karena
ketertarikannya terhadap feminisme, di sini penulis melihat banyak keterkaitan
antara cerpen Pelajaran Mengarang ini
dengan kajian feminisme. Ceritanya yang menggambarkan bagaimana ibu Sandra
berusaha dengan berbagai cara demi menghidupi anaknya yang ia sayangi,
bagaimana Sandra dengan keterpurukannya membayangkan bagaimana pekerjaan ibunya
itu, benar-benar mendorong saya kepada kajian feminisme.
II.
Fokus
Penelitian
Dilihat
dari cerita yang menggambarkan seorang ibu yang mencari nafkah dengan
menghalalkan segala cara yang penulis lihat itu adalah bentuk dari feminisme,
maka penulis memfokuskan penelitian ini terhadap keterkaitan cerpen Pelajaran Mengarang terhadap kajian
feminisme.
III.
Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah yang diambil penulis adalah:
-
Bagaimana keterkaitan
cerpen Pelajaran Mengarang terhadap
kajian Feminisme?
IV.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah yang diambil, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
-
Mengetahui keterkaitan
cerpen Pelajaran Mengarang terhadap
kajian feminisme.
V.
Kajian
Teoritis
1.
Feminisme
dalam Sastra
Karya sasta telah
menjadi culture regine dan memiliki
daya pikat yang kuat terhadap persoalan gender. Paham tentang perempuan sebagai
orang yang lemah lembut, permata, bunga, dan sebaliknya, laki-laki sebagai
orang cerdas, aktif, dan sejenisnya selalu mewarnai sastra kita. Citra
perempuan dan laki-laki tersebut seakan-akan telah mengakar di benak penulis
sastra.
Teks sastra
merupakan satu di antara banyak situs tempat kontruksi gender ideologis berada.
Menurut Kristeva dalam Lestari (2004; 7-8), sastra mengungkapkan pengetahuan
tertentu dan terkadang kebenaran itu sendiri mengenai alam yang teresepsi,
gelap, rahasia, dan tak sadar. Ia menggandakan kontrak sosial dengan menguak
yang tak terkatakan, yang polos. Karya sastra merupakan media yang digunakan
oleh pengarang dalam menyampaikan gagasan-gagasannya. Sebagai media, karya
sastra menjadikan jembatan yang menghubungkana pikiran-pikiran pengarang yang
disampaikan kepada pembaca. Dalam hubungan antara pengarang dan pembaca, karya
sastra menduduki peran-peran yang berbeda. Selain berperan dalam proses tranfer
informasi dari pengarang ke pembacanya, karya sastra juga berperan sebagai teks
yang diresepsi oleh pembaca.
Karya sastra yang
menghadirkan sosok (tokoh) perempuan telah banyak ditulis dalam berbagai tema
dan genre, baik oleh pengarang
laki-laki maupun pengarang perempuan. Karya sastra dapat disebut berperspektif
feminis jika mempertanyakan relasi gender yang timpang dan mempromosikan
terciptanya tatanan sosial yang seimbang antara perempuan dan laki-laki.
Tetapi, tidak semua teks tentang perempuan adalah teks feminis. Demikian juga
analisis tentang penulis perempuan tidak selalu bersifat feminis jika ia tidak
mempertanyakan proses penulisan yang berkenaan dengan relasi gender dan
perombakan tatanan sosial.
Datangnya isu
mengenai feminisme di dalam masyarakat Indonesia mungkin dapat penulis katakan
bersamaan dengan munculnya berbagai gerakan perempuan yang menyerukan persamaan
hak atau kesetaraan hubungan antara laki-laki dan perempuan di berbagai
kehidupan, baik dalam bidang politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan.
Gerakan-gerakan tersebut mampu melahirkan pemikiran-pemikiran tentang perempuan
yang pada akhirnya mampu merubah kedudukan atau citra perempuan dalam
kehidupan.
2.
Feminisme
Radikal Menurut Naomi Wolf
Trend ini muncul sejak pertengahan
tahun 1970-an di mana aliran ini menawarkan ideologi “perjuangan separatisme
perempuan”. Pada sejarahnya, aliran ini muncul sebagai reaksi atas kultur
seksisme atau dominasi sosial berdasar jenis kelamin di Barat pada tahun
1960-an, utamanya melawan kekerasan seksual dan industri pornografi. Pemahaman
penindasan laki-laki terhadap perempuan adalah satu fakta dalam sistem
masyarakat yang sekarang ada. Dan gerakan ini adalah sesuai namanya yang
“radikal”.
Aliran ini bertumpu
pada pandangan bahwa penindasan terhadap perempuan terjadi akibat sistem
patriarki. Tubuh perempuan merupakan objek utama penindasan oleh kekuasaan
laki-laki. Oleh karena itu, feminisme radikal mempermasalahkan antara lain
tubuh serta hak-hak reproduksi, seksualitas (termasuk lesbianisme), seksisme,
relasi kuasa perempuan dan laki-laki, dan dikotomi privat-publik. “The personal
is political” menjadi gagasan anyar yang mampu menjangkau permasalahan prempuan
sampai ranah privat, masalah yang dianggap paling tabu untuk diangkat ke
permukaan. Informasi atau pandangan buruk (black propaganda) banyak ditujukan
kepada feminis radikal.
3.
Gender
dan Budaya Patriarki
Gender digunakan
untuk merujuk pada pengaturan-pengaturan yang dideterminasi secara sosial.
Seks, di lain pihak, digunakan untuk merujuk pada ciri-ciri deerminasi
biologis, seperti kemampuan perempuan untuk melahirkan anak. Dengan kata lain,
pengaturan-pengaturan gender bukan merupakan hasil alamiah yang membedakan
antara laki-laki dan perempuan, tetapi hasil sosial dan budaya (Staggenborg,
2003:2).
Masyarakan dunia,
termasuk Indonesia berkemauan kuat untuk
mengubah gender sebagai hasil kontruksi sosial dalam sistem kebudayaan
patriarki. Sistem budaya patriarki telah menciptakan lapisan atas-bawah
sehingga menimbulkan ketidakadilan, kekerasan, dan penindasan, terutama
terhadap perempuan. Penjajahan sosial-ekonomi yang diikuti oleh penyebaran
agama yang terjadi dalam sejarah Indonesia memperkuat kedudukan lapisan atas
bawah tersebut.
Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa akar patriarki di Indonesia bersumber dari berbagai
aspek: sosiologis (pembagian kerja dan fungsi dalam masyarakat), kebudayaan
(feodalisme dan ajaran agama, tradisi, atau adat), politik (kolonialisme,
imperialisme, dan militerisme), dan ekonomi (kapitalisme). Oleh karena itu,
kondisi hubungan perempuan dan laki-laki tidak dapat dilihat tanpa menguraikan
situasi yang terjadi dalam konteksnya. Hingga saat ini, proses penyadaran
gender di masyarakat Indonesia terus berjalan meskipun lambat.
Hubungan perempuan
dan laki-laki di Indonesia masih didominasi oleh ideologi gender yang
membuahkan budaya patriarki. Budaya ini tidak mengakomodasikan kesetaraan dan
keseimbangan sehingga perempuan menjadi tidak penting untuk diperhitungkan.
Dalam kehidupan bermasyarakat, biologis, dan sosiologis saling memengaruhi.
Pada awalnya, memang lebih bersifat alamiah, nature, fitrah. Kemudian melalui kebudayaan, kehidupan manusia
dikembangkan, direkayasa, dicegah, atau bahkan diberlakukan secara berlawanan
(kontradiksi) dengan dasar alamiah tadi. Dengan demikian, kehidupan manusia
dibentuk oleh alam dan pikiran manusia.
Sampai saat ini,
masih banyak hak azasi perempuan sebagai manusia pribadi, dirampas tanpa
disadari oleh perempuan itu sendiri. Situasi tersebut muncul sebagai akibat
dari struktur budaya patriarki, struktur ekonomi, struktur sosial, struktur
politik, dan struktur sosial religius. Struktur-struktur tersebut telah
menciptakan sistem yang mengatur tingkah laku perempuan sehingga perempuan
mengalami ketidaksadaran akn keberadaannya sebagai manusia pribadi. Bahkan, ada
banyak pembenaran agama untuk melegitimasi struktur-struktur yang memarginalkan
perempuan melalui ayat-ayat yang ditafsirkan dalam bahasa laki-laki,bias
gender, dan cerminan dari kontruksi masyarakat sosial yang patriarki sehingga
perempuan terbentuk menjadi manusia yang tidak kritis dan menerima apa adanya.
Masalah perempuan
sejak lama diupayakan untuk diselesaikan melalui kebangkitan perempuan yang
ditandai dengan perjuangan perempuan untuk membebaskan dirinya dari
ikatan-ikatan ketidakadilan. Sejak perempuan sadar bahwa dirinya sebagai
manusia yang diberlakukan tidak adil, mereka
mulai memberontak. Namun, karena gerakan pembodohan perempuan juga sudah
berabad-abad, usaha kebangkitan perempuan tersebut membutuhkan waktu yang lama
untuk mencapai hasil. Diperlukan usaha membuka cakrawala berpikir perempuan
sehingga mereka ketidakadilan yang selama ini mereka terima. Sesuai dengan
maksud dari gerakan perempuan yang berorientasi pada peningkatan martabat semua
manusia harus disadari bahwa perempuan dalam rumah tangga cenderung menjadi
korban, tetapi dari sisi lain lelaki belum menyadari telah membuat tekanan dan
penderitaan pada kaum perempuan.
VI.
Metode
Penelitian
Metode
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan bentuk
penelitian kualitatif. Hasil penelitian dan data yang digunakan berupa kata dan
kalimat.
Pendekatan
yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kajian feminisme sastra. Dengan
pendekatan ini, pembaca dapat menemukan konflik dalam novel yang menyinggung
persoalan kehidupan wanita. Dalam kajian feminisme menurut Wolf, wanita
berpotensi menjadi korban.
VII.
Teknik
Penelitian
a.
Teknik pengumpulan data
Teknik
pengumpulan data adalah suatu cara yang efektif untuk mencari data yang akurat.
Teknik
pengumpulan data pada penelitian ini, penulis menggunakan teknik telaah
dokumen. Telaah dokumen merupakan pengumpulan data yang tidak ditujukan
langsung kepada subjek penelitian. Dokumen yang diteliti dapat berbagai macam,
tidak hanya dokumen resmi, bisa berupa buku harian, karangan, koran, surat
pribadi, laporan, notulen rapat, catatan kasus (case records) dalam pekerjaan
sosial, dan dokumen lainnya. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik dokumentasi
buku yang berjudul Bicara
Sastra: Analisis Karya Sastra dengan Berbagai Pendekatan karya Ade Husnul dan cerpen
“Pelajaran Mengarang”karya Seno Gumira Ajidarma.
b.
Teknik
Analisis data
Analisis
data pada penelitian kualitatif, dilakukan pada pengumpulan data berlangsung,
dan setelah pengumpulan data dalam periode tertentu. Miles dan Huberman dalam
sugiyono (243: 2008) mengemukakan bahwa aktivitas dalam menganalisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus
sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh.
VIII.
Sumber
Data Penelitian
Sumber
penelitian ini bersumber dari cerpen yang berjudul Pelajaran Mengarang karya Seno Gumira betuknya adalah sumber data
sekunder.
IX.
Data
Penelitian
-
“Mama, apakah Sandra punya Papa?”
“Tentu saja
punya, Anak Setan! Tapi, tidak jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu
ia mau jadi Papa kamu! Jelas? Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik
Kucing dengan Papa!”
-
“Mama, mama, kenapa menangis, Mama?”
-
Suatu malam wanita itu pulang merangkak-rangkak
karena mabuk. Di ruang depan ia muntah-muntah dan tergelatak tidak bisa bangun
lagi. Sandra mengepel muntahan-muntahan itu tanpa bertanya-tanya. Wanita yang
dikenalnya sebagai ibunya itu sudah biasa pulang dalam keadaan mabuk.
-
Tentu saja Sandra selalu ingat apa
yang tertulis dalam pager ibunya. Setiap kali pager itu berbunyi, kalau sedang
merias diri dimuka cermin, wanita itu selalu meminta Sandra memencet tombol dan
membacakannya.
X.
Analisis
Data
-
“Mama,
apakah Sandra punya Papa?”
“Tentu saja punya, Anak Setan! Tapi, tidak
jelas siapa! Dan kalau jelas siapa belum tentu ia mau jadi Papa kamu! Jelas?
Belajarlah untuk hidup tanpa seorang Papa! Taik Kucing dengan Papa!”
Pertanyaan
Sandra kepada ibunya menggambarkan bahwa mama Sandra hanya menjadi korban yang
menghasilkan Sandra tanpa ada satu orang laki-laki pun yang bertanggungjawab.
Mama Sandra seperti sudah terbiasa hidup tanpa laki-laki. Melakukan semua hal
tanpa laki-laki.
-
“Mama, mama,
kenapa menangis, Mama?”
Pertanyaan Sandra menggambarkan
betapa kepedihan yang dirasakan mama Sandra atas semua penderitaannya. Mamanya
yang menangis seolah merasakan menjadi seorang korban dan merasa menyesal atas
apa yang dilakukan mamanya itu.
-
Suatu malam
wanita itu pulang merangkak-rangkak karena mabuk. Di ruang depan ia
muntah-muntah dan tergelatak tidak bisa bangun lagi. Sandra mengepel
muntahan-muntahan itu tanpa bertanya-tanya. Wanita yang dikenalnya sebagai
ibunya itu sudah biasa pulang dalam keadaan mabuk.
Bentuk dari penderitaan yang dialami
mama Sandra terletak pada bagian ini, di sini yang diperlihatkan adalah akibat
dari setiap sikap dan perbuatan yang dilakukan mama Sandra.
-
Tentu saja
Sandra selalu ingat apa yang tertulis dalam pager ibunya. Setiap kali pager itu
berbunyi, kalau sedang merias diri dimuka cermin, wanita itu selalu meminta
Sandra memencet tombol dan membacakannya.
Isi pager itu biasanya panggilan dan
pemberitahuan di mana mama Sandra akan bekerja. Layaknya robot mama Sandra
bekerja diatur. Mereka mempekerjakan mama Sandra tanpa memikirkan kejiwaan yang
dirasakan mama Sandra.
XI.
Kesimpulan
Cerpen
ini menggambarkan bagaimana seorang mama tanpa ayah membesarkan anaknya. Mama
yang berjuang untuk anaknya tanpa ayah, sedangkan anaknya selalu bertanya
tentang ayahnya. Membuat mamanya merasa bersalah, tetapi hal itu tidak membuat
mama menghentikan semua pekerjaannya, mama tidak bisa menghentikan pekerjaannya
karena memang mama merasa hanya itulah satu-satunya pekerjaan yang mama Sandra
bisa lakukan.
Dari
analisis di atas bisa sama-sama kita simpulkan. Bagaimana sosok mama yang
berjuang demi anaknya sehingga rela menjadi korban dalam perdagangan kelamin.
Tetapi mama Sandra tetap mencoba merasa bahagia mengerjakan itu semua, yang
dalam hatinya sebenarnya terbebani dan teramat merasa menjadi korban
perdagangan.
XII.
Daftar
Pustaka
Mawadah, Ade Husnul.tt.Bicara Sastra: Analisis Karya Sastra dengan
Berbagai Pendekatan.Serang: CV Dunia Kata.
http://sastrasia.blogspot.com/2012/03/contoh-skripsi-dan-makalah-analisis.htmlhttp://mayapuspitajuniroya.blogspot.com/2012/11/feminisme.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar